“Deep Learning” dalam Pendidikan Nasional: Apa Maksudnya dan Mengapa Penting?
- Doddy Hidayat
- 17 Jun
- 3 menit membaca

Belakangan ini, istilah “Deep Learning” mulai sering terdengar dalam kebijakan pendidikan yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Istilah ini mungkin terdengar asing atau rumit, terutama bagi para orang tua murid atau masyarakat umum. Tapi sebenarnya, konsep ini sangat penting untuk masa depan pendidikan anak-anak kita.
Apa Itu “Deep Learning”?
Dalam konteks pendidikan, deep learning bukan tentang teknologi canggih atau kecerdasan buatan. Bukan juga sekadar tren dari luar negeri. Deep learning dalam arti yang diusung pemerintah adalah pembelajaran yang mendalam, bermakna, dan berorientasi pada kualitas. Ini berarti:
Anak tidak hanya menghafal, tapi memahami.
Tidak hanya mengerjakan soal, tapi mampu menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
Tidak hanya mengejar nilai tinggi, tapi menumbuhkan karakter dan kemandirian belajar.
“Deep Learning” Bukan Barang Baru. Bagian Dari Kehidupan Harian
Fadil, siswa kelas 5 SD, awalnya dikenal sebagai anak yang kurang suka matematika. Ia sering menunduk saat pelajaran pecahan. “Kenapa angka harus dipotong-potong seperti itu sih?” gumamnya suatu kali. Ia merasa matematika jauh dari kehidupannya.
Namun suatu sore, segalanya berubah. Di dapur kecil rumah mereka, sang ibu mengajaknya membantu membuat kue.
“Potong jadi empat ya, Nak,” kata ibunya. “Kalau satu potong kita jual Rp2.000, berarti satu kue harganya?”
Fadil terdiam sejenak, lalu menjawab, “Rp8.000!”
Ibunya tersenyum, lalu bertanya lagi, “Hari ini ibu bikin 10 kue, tapi yang terjual 30 potong. Berapa uang yang kita dapat?”
Fadil menghitung cepat. “30 potong berarti 30 x Rp2.000... jadi Rp60.000!”
Ibunya mengangguk. “Nah, itu juga matematika, Nak.”
Sejak hari itu, Fadil tak lagi takut pada angka. Ia merasa dihargai, dimengerti, dan lebih percaya diri. Ia menemukan bahwa pelajaran bukan soal di kertas, tapi bagian dari kehidupan sehari-hari. Demikian barangkali gambaran yang mudah dipahami tentang praktek Deep Learning.
Mengapa Perlu Ada Perubahan?
Selama bertahun-tahun, sistem pendidikan kita banyak menekankan pada angka: nilai ujian, ranking kelas, jumlah hafalan. Guru menjadi seperti “penyaji materi” dan “pemberi nilai”. Murid pun terbiasa mengejar hasil, bukan proses belajar itu sendiri.
Namun, dunia berubah. Anak-anak kita akan menghadapi tantangan yang tidak bisa dijawab hanya dengan hafalan. Mereka perlu:
Berpikir kritis dan kreatif
Bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik
Belajar sepanjang hayat (lifelong learner)
Peran Baru Guru dan Sekolah
Dalam semangat deep learning, guru tak lagi sekadar penyampai materi. Mereka adalah sahabat belajar, yang mengajak siswa berpikir, berdiskusi, dan berefleksi. Guru mendorong anak menemukan sendiri tujuan belajarnya, bukan sekadar menyelesaikan tugas.
Guru membuka ruang untuk eksperimen pembelajaran nyata, bukan hanya tugas ulangan harian. Sekolah pun bertransformasi menjadi rumah belajar yang hidup — tempat anak-anak tumbuh dalam iman, ilmu, dan amal.
Apa Peran Orang tua dan Masyarakat
Penerapan metode deep learning ini bukan hanya tugas sekolah atau guru. Orang tua dan masyarakat juga punya peran:
Jadikan obrolan di rumah sebagai ruang refleksi, bukan interogasi nilai.
Biarkan anak mengeksplorasi rasa ingin tahunya, walau kadang gagal.
Bangun lingkungan belajar yang menghargai proses, bukan hanya hasil.
Deep Learning: Ilmu yang Menyentuh Hati Akan Bertahan Selamanya
Deep learning adalah tentang menyentuh hati anak-anak kita. Karena ilmu yang mengakar dalam makna akan bertahan lebih lama daripada sekadar hafalan.
Yayasan Waqaf Said Na’um percaya bahwa pendidikan harus menjadi jalan untuk membentuk manusia yang utuh: berpikir dalam, bertindak bijak, dan tumbuh sebagai insan pembelajar sepanjang hayat.
Mari kita bangun pendidikan seperti itu — bersama guru, orang tua, dan seluruh masyarakat — agar anak-anak seperti Fadil bisa tumbuh dengan senyum dan semangat, menemukan makna dalam setiap pelajaran, dan percaya bahwa belajar adalah bagian dari hidup, bukan beban hidup.
Komentar